Jumat, 20 Mei 2011

makalah

STRATEGI PEMBELAJARAN
MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA
                                  (Jenis dan Penggunaan)


Kata Pengantar

            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Media Pembelajaran Bahasa (Jenis dan Penggunaan)”. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dra. Zahra Alwi, M.Pd selaku dosen pengasuh. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang terlibat yang telah membantu,  sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Terakhir harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan dapat menjadi acuan buat pembaca yang belajar lebih mendalam lagi tentang analisis buku teks. Saya menyadari kekurangan-kekurangan yang ada dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. 



Palembang ,  April 2011


      Penulis




















Bab I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan
1.3  Manfaat




























Bab II
PEMBAHASAN

2.1        Pengertian
Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “Medium”, yang secara harfiah berarti “Perantara” atau ”Pengantar“ yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dan penerima pesan. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Penegertiaan media jika dipahami sevara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Jadi meurut pengertian ini, guru, teman sebayat, buku teks, lingkingan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa meupakan media.
Berdasarkan pengertian mengenai media seperti di atas, maka dapat dikataka bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk menyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam atau di luar kelas) menjadi lebih efektif. Akhirnya dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. (Djamarah dan Zain, 2010 : 121)



Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.
Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala, diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Akhirnya, dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.

2.2 Macam-Macam Media
Media yang dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua ini akan dijelaskan pada pembahasan berikut.

      2.2.1 Dilihat dari jenisnya, media dibagi kedalam:
         a.   Media Auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio,  cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
b.   Media Visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rankai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak  seperti film bisu, dan film kartun.
c.   Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsure suara dan unsure gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini terbagi lagi kedalam:
·         Audiovisual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara dan cetak suara.
·         Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.
Pembagian lain dari media ini adalah:
Ø      Audiovisual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film video-cassette.
Ø      Audiovisual Gerak, yaitu yang unsur suara dan unsure gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya film strip suara dan cetak suara.

  2.2.2 Dilihat dari daya liputnya, media dibagi dalam:
     a. Media dengan daya liput luas dan serentak
Pengguanaan media ini terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.
Contoh: radio dan televisi.
 b.  Media dengan daya liput yang yang terbatas oleh ruang dan tempat
      Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, sound slides, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap.
c.       Media untuk pengajaran individual
Media ini pengguanannya hanya untuk seorang diri. Termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui computer.

2.2.3 Dilihat dari bahan pembuatannya, media dibagi dalam:
   a.   Media Sederhana
         Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara        pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
b.   Media Kompleks
         Media ini adalah media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai.

         Dari jenis-jenis dan karakteristik media sebagaimana disebutkan di atas, kiranya patut menjadi perhatian dan pertimbangan bagi guru ketika akan memilih dan mempergunakan media dalam pengajaran. Karakteristik media yang mana yang dianggap tepat untuk menunjang pencapaian tujuan pengajaran, itulah media yang seharusnya dipakai.

2.3 Prinsip-Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media
Setiap media pengajaran memiliki keampuhan masing-masing, maka diharapkan kepada guru agar menentukan pilihannya sesuai dengan kebutuhan pada saat suatu kali pertemuan. Hal ini dimaksudkan jangan sampai penggunaan media menjadi penghalang proses belajar mengajar yang akan guru lakukan di kelas. Harapan yang besar tentu saja agar media menjadi alat bantu yang dapat mempercepat/ mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.
Ketika suatu media akan dipilih, ketika suatu media akan dipergunakan, ketika itulah beberapa prinsip perlu guru perhatikan dan dipertimbangkan. Menurut Sudirman (dalam Djamarah dan Zain, 2010:126) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya kedalam tiga kategori, sebagai berikut:

    2.3.1 Tujuan Pemilihan
 Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, ataukah untuk sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong? Lebih sfesifik lagi, apakah untuk pengajaran kelompok atau pengajaran individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK,SD,SMP,SMU, tuna rungu, tuna netra, masyarakat pedesaan, ataukah masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.

 2.3.2 Karakteristik media pengajaran
 Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan  kemampuan dasar yang harus dimilikiguru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media pengajaran. Disamping itu, memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif.

 2.3.3 Alternatif pilihan
                Memilih pasa hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.
               Dalam menggunakan media hendaknya guru memperhatikan jumlah prisip tertentu agar pengguanaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Sudjana (dalam Djamarah dan Zain, 2010:127) adalah:
  1. Menentukan jenis media dengan tepat : artinya, sebaiknya guru memilih  terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan.
  2. Menetapkan atau memeperhitungkan subjek dengan tepat : artinya perlu diperhitungkan apakah pengguanaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik.
  3. Menyajikan media dengan tepat : artinya, teknik dan metode pengguanaan media dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu dan sarana yang ada.
  4. Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus-menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan media pengajaran. Keempat prinsip ini hendaknya diperhatikan oleh guru pada waktu ia menggunakan media pengajaran.

2.4 Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media
               Agar media pengajaran yang dipilih itu tepat, di samping memenuhi prinsip-prinsip pemilihan, juga terdapat beberapa faktor dan kriteria yang perlu diperhatikan sebagaimana diuraikan berikut ini.

   2.4.1 Faktor-faktor yang perlu diperhatiakan dalam memilih media pengajaran
      a.  Objektivitas  
           Unsur subjektivitas guru dalam memilih media pengajaran harus dihindarkan. Artinya, guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas dasar kesengangan pribadi. Apabila secara objektif, berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, suatu media pengajaran menunujukkan keefektifan dan efisiensi yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan menggunakannya. Untuk menghindari pengaruh unsur subjektivitas guru, alangkah baiknya apabila dalam memilih media pengajaran itu guru meminta pandangan atau saran dari teman sejawat, dan/atau melibatkan siswa.
  1. Program pengajaran
Program pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya maupun kedalamannya. Meskipun secara teknis program itu sangat baik, jika tidak sesuai dengan kurikulum ia tidak akan banyak membawa manfaat; bahkan mungkin hanya menambah beban, baik bagi anak didik maupun bagi guru di samping akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya. Terkecuali jika program itu hanya dimaksudkan untuk mengisi waktu senggang saja, daripada anak didik bermain-main tidak karuan.
  1. Sasaran program
Sasaran program yang dimaksud adalah anak didik yang akan menerima informasi pengajaran melalui media pengajaran. Pada tingkat usia tertentu dan dalam kondisi tertentu anak didik mempunyai kemampuan tertentu pula, baik cara berpikirnya, daya imajinasinya, kebutuhannya, maupun daya tahan dalam belajarnya. Untuk itu maka media yang digunakan harus dilihat kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan anak didik, baik dari segi bahasa, simbol-simbol yang digunakan, cara dan kecepatan penyajiannya, ataupun waktu penggunaannya.
  1. Situasi dan kondisi
Situasi dan kondisi yang ada juga perlu mendapat perhatian dalam menentukan pilihan media pengajaran yang akan digunakan.  Situasi dan kondisi yang dimaksud meliputi:
·      Situasi atau kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang akan dipergunakan, seperti ukurannya, perlengkapannya, ventilasinya.
·      Situasi serta kondisi anak didik yang akan mengikuti pelajaran mengenai jumlahnya, motivasi, dan kegairahannya. Anak didik yang sudah melakukan praktik yang berat, seperti praktik olahraga, biasanya kegairahan belajarnya sangat menurun.
  1. Kualitas teknik
Dari segi teknik, media pengajaran yang akan digunakan perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat. Barangkali ada rekaman audionya atau gambar-ganbar atau alat-alat bantunya yang kurang jelas atau kurang lengkap, sehingga perlu penyempurnaan sebelum digunakan. Suara atau gambar yang kurang jelas bukan saja tidak menarik, tetapi juga dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
  1. Keefektifan dan efisiensi penggunaan
Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut. Keefektifan dalam penggunaan media meliputi apakah dengan mengguanakan media tersebut informasi pengajaran dapat diserap oleh anak didik dengan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah lakunya. Sedangkan efisiensi meliputi apakah dengan menggunakan media tersebut waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mungkin. Ada media yang dipandang sangat efektif untuk mencapai suatu tujuan, namun proses pencapaiannya tidak efisien, baik dalam pengadaannya maupun di pengunaannya. Demikian pula sebaliknya, ada media yang efisien dalam pengadaannya atau penggunaannya, namun tidak efektif dalam pencapaian hasilnya. Memang sangat sulit untuk mempertahankan keduanya (efektif dan efisien) secara bersamaan, tetapi dalam memilih media pengajaran guru sedapat mungkin menekan jarak diantara keduanya.

2.5 Kriteria Pemilihan Media Pengajaran
         Apabila akan menggunakan media pengajaran dengan cara memanfaatkan media yang telah ada, guru dapat menjadikan kriteria berikut sebagai dasar acuan:
Ø      Apakah topik yang akan dibahas dalam media tersebut dapat menarik minat anak didik untuk belajar?
Ø      Apakah materi yang terkandung dalam media tersebut penting dan berguna bagi anak didik?
Ø      Apabila media itu sebagai sumber pengajaran yang pokok, apakah isisnya relevan dengan kurikulum yang berlaku?
Ø      Apakah materi yang disajikan otentik dan aktual, ataukah informasi yang sudah lama diketahui massa dan atau peristiwa yang telah lama terjadi?
Ø      Apakah fakta dan konsepnya terjamin kecermatannya atau ada satu hal yang masih diragukan?
Ø      Apakah format penyajiannya berdasarkan tata urutan belajar yang logis?
Ø      Apakah pandangannya objektif dan tidak mengandung unsur propoganda atau hasutan terhadap anak didik?
Ø      Apakah narasi, gambar, efek, warna dan sebagainya, memenuhi syarat standar kualitas teknis?
Ø      Apakah bobot penggunaan bahasa, simbol-simbol, dan ilustrasinya sesuai dengan tingkat kematangan  berpikir anak didik?
Ø      Apakah sudah diuji kesahihannya (validitas)?

Untuk jenis media rancangan (yang dibuat sendiri), pertanyaan yang dijadikan sebagai acuan adalah sebagai berikut:
·         Apakah materi yang akan disampaikan itu untuk tujuan pengajaran atau hanya informasi tambahan atau hiburan.
·         Apakah media yang dirancang itu untuk keperluan pembelajaran atau alat bantu pengajaran (peraga)?
·         Apakah dalam pengajarannya akan menggunakan strategi kognitif, afektif atau psikomotorik?
·         Apakah materi pelajaran yang akan disampaikan itu masih sangat asing bagi anak didik?
·         Apakah perlu rangsangan gerak seperti untuk pengajaran bahasa?
·         Apakah perlu rangsangan seperti pengajaran seni atau olahraga?
·         Apakah perlu rangsangan warna?
Setelah tujuh pertanyaan tersebut terjawab, maka guru dapat mengajukan alternatif media yang akan dirancang. Alternatif tersebut mungkin jenis media audio, media visual atau media audiovisual. Selanjutnya ajukan lagi pertanyaan sebagai acuan berikutnya.
  • Apakah bahan dasarnya tersedia atau mudah diperoleh?
  • Apakah alat pembuatannya tersedia?
  • Apakah pembuatannya tidak terlalu rumit?
  • Apabila menghadapi kesulitan, apakah ada orang-orang yang dapat dimintai bantuannya?
  • Apakah mudah dalam penggunaannya dan atau tidak membahayakan seperti meledak, menimbulakan kebakaran dan sebagainya?
  • Apakah tersedia dana untuk pembuatannya?
Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab, akhirnya guru akan dapat menetukan media mana yang akan dianggap cocok untuk diproduksi. Apabila tidak ada satupun media yang dapat diproduksi (dirancang) maka guru harus mencari sumber pengajaran lainnya, misalnya menggunakan narasumber (reseorce person).

               Selain kriteria pemilihan media pengajaran sebagaimana disebutkan diatas, Nana Sudjana dan Ahmat Rivai (dalam Djamarah dan Zain, 2010:132) juga mengemukakan rumusannya. Menurut mereka, dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut;
  1. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya, media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instrukssional yang berisikan unsur-unsur pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, lebih mungkin digunakannya media pengajaran.
  2. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya, bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip dan konsep generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar mudah dipahami siswa.
  3. Kemudahan memperoleh media; artinya, media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media garfis umumnya mudah dibuat oleh guru tanpa biaya yang mahal, di samping sederhana dan praktis penggunaannya.
  4. Keterampilan guru dalam mengguanakannya; artinya, apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya  dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaannya oleh guru pada saat terjadinya interaksi belajar siswa dengan lingkungannya. Adanya OHP, proyektor fil, computer dan alat-alat canggih lainnya, tetapi dapat menggunakannya dalam pengajaran untuk memepertinggi kualitas pengajaran.
  5. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
  6. Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan haruslah sesuai dengan taraf pemikiran siswa, sehingga makna terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa. Menyajikan grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk persen bagi siwa SD kelas-kelas rendah tidak ada manfaatnya. Mungkin lebih tepat dalam bentuk gambar atau poster. Demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa dilakukan bagi siswa  yang telah memiliki kadar berpikir yang tinggi.
               Dengan kriteria pemilihan media tersebut, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Kehadiran media dalam proses pengajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas guru , tapi harus sebaliknya yakni mempermudah guru dalam menjelaskan bahan pengajaran. Karena itu, media bukan keharusan, tetapi sebagai pelengkap jika dipandang perlu untuk mempertinggi kualitas belajar mengajar.

2.6 Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber
               Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa. Alat ini bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai meanfaatkannya dalam proses belajar mengajar. Media apa yang akan dimanfaatkan oleh guru? Dimana pemanfaatannya? Bagaimana cara pemanfaatannya?  Adalah serentetatn pertanyaan yang perlu diajukan dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan media pengajaran dalam proses belajar mengajar.
               Peranan media diharapkan pemahaman guru terhadap media menjadi jelas, sehingga tidak memanfaatkan media secara sembarangan. Sebagai media yang meletakkan cara berpikir konkret dalam kegiatan belajar mengajar, pengembangannya diserahkan kepada guru. Guru dapat mengembangkan media sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini akan terkait dalam kecermatan guru memahami kondisi psikologis siswa, tujuan metode dan kelengkapan alat bantu. Kesesuaian dan keterpaduan dari semua unsure ini akan sangat mendukung pengembangan media pengajaran.
               Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan terjadi jika penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sanagat kurang. Pemanfaatan media dengan maksud mengulur-ulur waktu tidak dibenarkan. Karena kegiatan belajar mengajar bukan untuka hal itu. Apabila pemanfaatan media dengan dalih untuk memperkenalkan kekayaan sekolah. Semua itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pencspsisn tujuan pengajaran. Karena itu, pemanfaatan media hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan pengajaran.
               Tetapi pemanfaatan media juga tidak asal-asalan menurut keinginan guru, tidak berencana dan sistematik. Guru harus memanfaatkannya menurut langkah-langkah tertentu, dengan perencanaan yang sistematik. Ada enam langkah yang bisa ditempuh guru pada waktu ia belajar dengan mempergunakan media. Langkah-langkah itu adalah:
  1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media
  2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media mana yang akan dimanfaatkan guna mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip pemilihan dan dasar pertimbangannya patut diperhatikan.
  3. Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan, sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media. Guru harus dapat memotivasi mereka agar dapat menilai, mengantisipasi, menghayati pelajaran dengan menggunakan media pengajaran.
  4. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media.
Pada fase ini penyajian bahan pelajaaran dengan memanfaatkan media pengajaran. Keahlian guru dituntut disini. Media diperbantukan oleh guru untuk membantu tugasnya menjelaskan bahan pelajaran. Media dikembangkan penggunaannyauntuk keefektifan dan efisiensi pencapaian tujuan.
  1. Langkah kegiatanbelajar siswa.
Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan media pengajaran. Pemanfaatan media disini bisa siswa sendiri yang mempraktekannya ataupun guru langsung memanfaatkannya, baik di kelas atau di luar kelas.
  1. Langkah evaluasi pengajaran.
Pada langkah ini kegiatan belajar dievaluasi, sampai sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar atau bahan bagi proses belajar berikutnya.

               Manfaat penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk tingkat SD sangat penting. Sebab pada masa ini siswa masih berfikir konkret, belum mampu berbikir abstrak. Kehadiran media sangat membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa. Ketidakmampuan guru menjelaskan sesuatu bahan itulah dapat di wakili oleh pearanan media. Di sini nilai praktis media terlihat, yang beranfaat bagi siswa dan guru dalam proses belajar mengajar.
              
               Menurut Nana Sudjana (dalam Djamarah dan Zain, 2010 : 137) mengemukakan nilai-nilai praktis media pengajaran adalah :
  1. Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untu berpikir. Karena itu, dapat mengurangi verbalisme.
  2. Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
  3. Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantab.
  4. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap sisiwa.
  5. Menumbuhkan penumbuhan yang teratur dan berkisanimbungan.
  6. Membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya kemampuan berbahasa.
  7. Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh  dengan cara lainserta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
  8. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para sisiwa dan memungkinkan sisiwa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
  9. Metode mengajae akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
  10. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengar uraian guru, tetapi juga aktivitas lai seperti : mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Nilai-nilai praktik media pengajaran, menurut Sudirman N. dkk. (dalam Djamarah dan Zain, 2010 : 138) adalah :
  1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konseb yang abstrak sehingga dapat mengurangi kepahaman yang bersifat verbalisme. Misalnya, untuk menjelaskan bagaimana sistem peredaran darah pada manusia, digunakan film.
  2. Menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak memungkinkan untuk di bawa ke dalam kelas ; misalmya pasar, pabrik, binatang-binatang yang besar, alat-alat perang. Objek-objek tersebut cukup di tampilkan melalui foto, film atau gambar.
  3. Memperlambat gerakan yang terlalu cepat dan mempercepat gerakan yang terlalu lambat. Gerakan yang terlalu cepat misalnya, gerakan kapal terbang, mobil, mekanisme kerja suatu mesin dan perubahan wujud suatu zat, metamorfosis.
  4. Informasi yang diperoleh siswa berasal dari satu sumber serta dalam situasi dan kondisi yang sama, maka dimungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi pada siswa.
  5. Membangkitkan motivasi belajar siswa.
  6. Dapat mengontrol dan mengatur waktu belajar siswa.
  7. Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya (sumber belajar).
  8. Bahan pelajaran dapat diulang sesuai dengan kebutuhan dan atau disimpan untuk di gunakan pada saat yang lain.
  9. Memungkinkan untuk menampilkan objek yang langka, seperti : peristiwa gerhana matahari total atau binatang yang hidup di kutub.
  10. Menampilakan objek yang sulit diamati oleh mata telanjang, misalnya : mempelajari tentang bakteri dengan menggunakan mikroskop.

               Untuk merasakan manfaatnya guru dapat mempergunakan dan mengembangkannya dalam proses belajar mengajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Media yang dapat dimanfaatkan oleh guru adalah media yang sesuia dengan misi tujuan. Cara memanfaatkan media bergantung dari jenis dan karakteristik suatu media. Cara kerja media visual tentu berbeda dengan cara kerja media audiovisual. Cara pemakaiannya tidak mesti harus guru, tetapi siswa juga bisa, selama untuk mencapai tujuan pengajaran.

oleh: 
betra Wulandari
reni gustia
nelda wati 
juliansyah
                                   

makalah

Teori dan Apresiasi Drama
Tata Rias dan Tata Busana dalam Pementasan Drama


Kata Pengantar

            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Tata Rias dan Busana dalam Pementasan Drama”. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd selaku dosen pengasuh. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang terlibat yang telah membantu hingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Terakhir harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan dapat menjadi acuan buat pembaca yang belajar lebih mendalam lagi tentang analisis buku teks. Saya menyadari kekurangan-kekurangan yang ada dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan. 



Palembang ,  Maret 2011


      Penulis













Bab 1
Pendahuluan
Drama (Yunani Kuno δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosa kata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “aksi”, “perbuatan”. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.
Menurut Roem (2009:1) akting yang baik itu adalah Akting yang tidak hanya
berupa dialog saja, tetapi  juga  berupa  gerak.  Dialog  yang  baik  ialah  dialog yang :
terdengar (volume baik),  jelas (artikulasi baik), dimengerti (lafal benar),  menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah), Gerak yang baik ialah gerak yang : terlihat (blocking baik),  jelas (tidak ragu‑ragu, meyakinkan), dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan), menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah). Penjelasan : (1).Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh, (2). Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata‑kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih, (3). Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber‑ani, (4). Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah, (5). Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi. (6). Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh.
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu‑ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah‑setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu‑ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak‑gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
Ada banyak faktor pendukung dalam pementasan drama salah satunya adalah tata rias dan busana. Dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana tata rias dan busana dalam pementasan suatu drama.
           




























Bab 2
Pembahasan

1. Tata Rias
      1.1 Pengertian tata rias
  Tata rias disini adalah tata rias pentas, jadi segala sesuatu harus ditujukan untuk membentuk artistik yang mendukung pemeran dalam sebuah pementasan lakon. Tata rias yaitu bagaimana cara menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan wajah atau gambaran peran yang akan dimainkan. Sebagai contoh seorang pemeran dalam kehidupan sehari-hari mungkin dikenal sebagai seorang pelajar, tetapi dipanggung dia akan menjadi manusia lain, menjadi seorang pemeran yang digariskan oleh seorang penulis lakon.
Alasan mengapa pemain perlu dirias, yang pertama, agar wajah tidak terlihat pucat apabila terkena cahaya lampu yang tajam. Kedua, agar pemain menampakkan rupa seperti tokoh yang diperankan. Misalnya, untuk memerankan tokoh kakek pemain harus dirias sedemikian rupa supaya wajahnya tampak tua.
Menurut Wiyanto (2002:38), seorang penata rias haruslah memiliki rasa seni yang tinggi. Karena tugasnya merias wajah, ia harus tahu apakah hasil riasannya sudah cukup bagus. Apakah sudah sesuai dengan tokoh yang akan diperankan? Misalnya merias pemain yang akan memerankan nenek tua. Setelah merias ia perlu memeriksa kembali dan mengamati dengan teliti apakah pemain yang diriasnya sudah nampak seperti nenek tua. Selain mempunyai rasa seni, penata rias harus terampil dan cekatan, karena pemain yang akan dirias adakalanya cukup banyak. Kalau kerja penata rias lambat bias jadi pementasan drama akan menjadi telambat.
Tata rias dalam pementasan drama dapat dianggap sebagai hal yang paling vital, tetapi dapat pula hanya merupakan sarana pendukung biasa. Dikatakan demikian tentu karena peranan dan fungsi tata rias di dalam pementasan drama. Untuk tugas membuat pemain semakin menarik, cantik atau tampan, di dalam situasi yang wajar, maka dapat dikatakan tata rias hanya merupakan sarana pendukung saja. Lain halnya jika seorang pemuda remaja dapat ”disulap” menjadi seseorang yang tua renta, atau gadis belia yang menjadi nenek-nenek yang tua dan mengerikan untuk kegunaan pementasan, maka disebutkan bahwa tata rias telah menjadi sesuatu hal yang sangat vital.
         Menurut Hasanuddin (2009:186) untuk kepentingan tata rias selayaknya diperhatikan beberapa hal, yaitu: (1). Tata rias dilakukan untuk kepentingan penegasan karakter, sehingga penonton dengan mudah dapat menangkap kesan-kesan tertentu menyangkut karakter tokoh yang sedang mereka saksikan. (2). Tata rias dilakukan untuk membantu pemain menghayati peran yang dibebankan kepadanya, di samping untuk menumbuhkan kepercayaan diri pemain dalam melakukan akting (laku dramatik) di pentas. (3). Tata rias dilakukan untuk membantu lancarnya peristiwa yang harus disaksikan penonton, membangkitkan kesan dan suasana tertentu. Warna dasar dari pementasan tergambarkan hendaknya dari tata rias yang dilakukan kepada para pemain di dalam suatu pementasan, maka penginpretasian penonton pada pementasan yang mereka saksikan akan lebih terarah. Permasalahan-permasalahan yang dikemukakan akan lebih mudah terbaca, karena adanya sarana tata rias, dan jangan sebaliknya yang terjadi, pementasan cacat karena tata rias.

     1.2 Tugas dan fungsi tata rias
Tugas tata rias yaitu membantu memberikan dandanan atau perubahan-perubahan pada para pemain sehingga terbentuk dunia pentas dengan suasana yang kena dan wajar. Tugas ini dapat merupakan fungsi pokok, dapat pula sebagai fungsi bantuan. Sebagai fungsi pokok, misalnya tata rias ini mengubah seorang gadis belia menjadi nenek tua atau seorang wanita memainkan peranan sebagai seorang laki-laki atau sebaliknya. Sebagai fungsi bantuan, misalnya seorang gadis muda harus memainkan peranan sebagai gadis muda, tetapi masih harus memerlukan sedikit riasan muka atau rambut dan hal-hal kecil lainnya.

1.3  Kegunaan Tata Rias
      a.   Merias  tubuh  berarti  merubah hal yang  alami menjadi hal yang berguna
            artinya   dengan  prinsip   mendapatkan daya  guna  yang  tepat.   Bedanya
            dengan rias cantik adalah kalau rias cantik merubah hal yang jelek menjadi
            cantik sedangkan rias untuk teater adalah merubah hal yang alami menjadi
            hal yang dikehendaki.
b.   Mengatasi efek tata lampu yang kuat.
c.   Membuat wajah dan badan sesuai dengan peranan yang dimainkan atau
      dikehendaki.

1.4 Faktor-faktor yang Perlu diperhatikan dalam Tata Rias
            a.   Rata dan halusnya base. Base yaitu bahan yang berguna untuk melindungi
                  kulit dan untuk memudahkan pelaksanaan dan penghapusan tata rias.
b.   Kesamaan Foundation. Foundation yaitu bedak dasar yang memberikan
      warna kulit sesuai dengan warna kulit peran.
c. Penggunaan garis-garis yang layak. Garis-garis ini berguna untuk  memperjelas anatomi muka, batas-batas bagian wajah (alis, mata, keriput-keriput).
d. Harmoni antara sinar dan bayangan-bayangan. Highlight dan Shadow  memberi efek bahwa manusia itu tiga dimensial.

1.5 Bahan-bahan Tata Rias
 a. Base, yang termasuk ini adalah bedak dingin atau coldcream. Cara memakainya dengan mengambil dengan telunjuk, letakkan pada bagian yang menonjol, gosok dengan cara memutar sampai rata.
b.   Foundation, ada dua macam yaitu stick dan pasta. Cara menggunakannya sama denganBase.
c. Lines, gunanya untuk memberi batas anatomi muka. Macamnya ada Eyebrow pencil (membentuk alis dan memperindah mata), Eyelash (membentuk bulu mata agar melengkung), Lipstick, Highlight dan Shadow (menciptakan tiga dimensi pada muka), Eyeshadow (mrmbentuk dimensi pada mata).
d.  Rouge, gunanya untuk menghidupkan  pipi dekat mata, tulang pipi, dagu, kelopak mata antara hidung dan mata.   
e. Cleansing, gunanya untuk membersihkan segala tata rias dan juga sebagai nutrient dan pengobatan padan kulit.


1.6  Macam-macam Tata Rias
 a. Rias Jenis yaitu rias yang  dilakukan untuk merubah jenis seorang pemeran,
    dari laki-laki menjadi wanita atau sebaliknya.




Contoh Rias Jenis pada pentas naskah Prabu        Maha Anu karya Robert Pinget terjemahan Saini KM.


b.      Rias Bangsa yaitu rias yang berfungsi untuk merubah seorang pemeran yang harus memainkan peranan bangsa lain. Misalnya orang indonesia memerankan tokoh berbangsa afrika. Jadi harus tahu ciri-ciri setiap bangsa yang menjadi ciri khas. 



                        
                      Contoh Rias Bangsa Perancis abad XVIII







c.       Rias usia yaitu rias yang berfungsi untuk merubah seorang pemeran menjadi orang lain yang usianya lebih tua dari usia pemeran yang asli. Dalam tata rias ini perlu mengetahui tentang anaomi manusia dan berbagai tingkat umur, ketuaan pada wajah biasanya ditandai dengan kerut pada vivir, dahi dan sudut mata. 
    


Contoh mengerjakan tata rias usia dari muda ke tua

d.       Rias tokoh yaitu rias yang berfungsi untuk merubah seorang pemeran menjadi tokoh lain. Rias ini termasuk rias yang agak sulit karena adanya hubungan antara bentuk luar dan watak seseorang. Misalnya rias tokoh untuk seorang
pelacur atau perampok. Rias tokoh sama dengan rias watak.
e.        Rias temporal yaitu rias yang berfungsi untuk membeda-bedakan waktu. Misalnya rias sehari-hari akan berbeda dengan rias mau ke pesta.
f.       Rias aksen yaitu rias yang berfungsi untuk mempertegas aksen seorang pemeran yang mendekati peran yang akan dimainkan. Misalnya Pemuda Jawa akan memainkan peranan sebagai pemuda Jawa.
g.        Rias lokal yaitu rias yang ditentukan oleh tempatnya. Misalnya rias seorang petani di sawah akan berbeda dengan petani tapi sudah dirumah.



2. Tata Busana / Kostum
Istilah busana merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Istilah busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu “bhusana” dan istilah yang popular dalam bahasa Indonesia yaitu “busana” yang dapat diartikan “pakaian”. Tata busana adalah pengaturan pakaian baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata busana memiliki hubungan yang erat dengan tata rias. Karena, itu tugas mengatur pakaian pemain sering dirangkap penata rias. Artinya, penata rias sekaligus merangkap sebagai penata busana. Hal ini dilakukan karena untuk menampakkan rupa dan postur tokoh yang diperankan, pemain harus dirias dengan pakaian yang cocok. Dengan kata lain, tata rias dan tata busana merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling mendukung. Akan tetapi, sering juga tugas penata rias dipisahkan dengan tugas mengatur pakaian. Artinya, penata rias hanya khusus merias wajah, sedangakan yang mengatur pakaian/busana penata busana dengan pertimbangan untuk mempermudah dan mempercepat kerja. Meskipun demikian, penata rias dan penata busana harus bekerja sama saling memahami, menyesuaikan, dan saling membantu agar hasil akhirnya memuaskan.
Tata busana sangat berpengaruh terhadap penonton, karena sebelum seorang pemeran didengar dialognya terlebih dahulu diperhatikan penampilannya. Maka dari itu, kesan yang ditimbulkannya pada penonton mengenai dirinya tergantung pada yang tampak oleh mata penonton. Pakaian  yang tampak pertama kali akan membantu menggariskan karakternya, kemudian dari pakaiannya juga akan memperkuat kesan penonton. Sebelum membicarakan itu semua maka terlebih dahulu kita mengetahui tentang istilah tata busana pentas atau kostum pentas.
Segala sandangan dan perlengkapannya (accessories) yang dikenakan di  dalam pentas disebut dengan tata pakaian pentas. Bahkan bisa pemeran atau penari dalam pentas mengenakan pakaiannya sendiri, maka pakaian itu beserta perlengkapannya menjadi kostum pentasnya. Busana pentas meliputi semua pakaian, sepatu, pakaian kepala dan perlengkapannya, baik yang kelihatan maupun yang kelihatan oleh penonton.
2.1 Tujuan Tata Busana
      a. Membantu penonton agar mendapatkan suatu ciri atas pribadi peranan.
b. Membantu memperlihatkan adanya hubungan peranan yang satu dengan
    peranan yang lain, misalnya sebuah seragam kesatuan.

2.2 Bagian-bagian Busana Pentas
      a.   Busana dasar
Busana dasar yaitu bagian dari busana yang entah kelihatan maupun yang tidak terlihat, gunanya untuk membuat indah pakaian yang terlihat. Busana ini juga untuk membuat efek yang diperlukan dalam sebuah pertunjukan. Busana ini bisa berbentuk korset, stagen, rok simpai atau busana untuk membuat perut gendut, pinggul yang besar atau untuk membuat pemeran tampak gemuk. Contoh yang paling sederhana yaitu pakaian badut.
b.      Busana Kaki
         Busana Kaki yaitu busana yang digunakan untuk menghias kaki pemeran. Busana ini bisa terdiri dari kaos kaki, sepatu ( olah raga, periodisasi, klasik, modern, kesatuan atau seragam dan lain-lain), sandal (modern, tradisional, klasik, rakyat atau keratin) sepatu atau sandal dari suku atau Negara tertentu yang mempunyai ciri khas tersendiri.
c.       Busana Tubuh atau Body
            Busana tubuh atau body yaitu busana yang dipakai tubuh dan  kelihatan oleh penonton. Busana ini meliputi blus, rok, kemeja, celana, jaket, rompi, jas, sarung dan lain-lain. Busana ini bisa pakaian tradisional dari suatu daerah, busana kenegaraan, busana modern atau busana fantasi yang diciptakan untuk tujuan pementasan dengan lakon tertentu.
d.   Busana Kepala
Busana Kepala yaitu pakaian yang dikenakan di kepala pemeran, termasuk juga penataan rambut. Corak pakaian kepala tentu saja tergantung dari corak busana yang akan dikenakan. Pakaian kepala dapat dimanfaatkan sebagai tanda atau pencitraan seorang pemain di atas pentas. Misalnya seorang raja ditandai dengan pemakaian mahkota, orang jawa dengan blangkonnya atau cowboy dengan topi laken. Gaya rambut juga kadang-kadang dimasukkan kedalam pakaian kepala meskipun ini termasuk bagian dari tata rias. Busana dan tata rias sangat erat kaitannya dengan melukiskan peranan hingga kedua hal tersebut perlu diperhatikan bersama.


e.       Perlengkapan-perlengkapan/accessories
Accessories yaitu pakaian yang melengkapi bagian-bagian busana yang bukan pakaian dasar atau yang belum termasuk dalam busana dasar, busana tubuh, busana kaki dan busana kepala. Pakaian ini ditambahkan demi efek dekoratif, demi karakter atau tujuan-tujuan lain. Misalnya kaos tangan, perhiasan, dompet, ikat pinggang, kipas dan sebagainya. Selain accessories ada juga yang disebut dengan properties yaitu benda atau pakaian yang berguna untuk membantu akting permainan. Perbedaan antara accessories dan properties tidaklah begitu jelas, seringkali yang sedianya untuk properties tetapi kemudian berubah menjadi accessories begitu juga sebaliknya. Umpamanya, dompet yang dibawa oleh seorang pemeran hanya untuk melengkapi efek kostum adalah accessories, tetapi bila dompet tersebut digunakan untuk membantu akting maka dompet tersebut menjadi properties. Kemudian mantel dan topi yang harus ada pada tempatnya bila adegan mulai, atau yang dibawa oleh pelaku lain, ini dipandang sebagai properties, tetapi kalau mantel dan topi itu digunakan oleh pelaku maka ini disebut sebagai kostum. Jadi suatu accessories yang dikenakan oleh pemeran apabila tidak digunakan untuk membantu acting permainan maka tetap disebut sebagai accessories tetapi kalau barang itu digunakan untuk membantu permainan maka disebut dengan properties. Begitu juga dengan busana kalau tidak digunakan untuk main maka disebut sebagai properties tetapi kalau digunakan pada waktu permainan maka disebut sebagai kostum.
2.3 Macam-macam Tata Busana
      a.   Busana historis
                  yaitu bentuk busana pentas yang spesifik untuk periode-periode   berdasarkan  sejarah dari kejadian lakon. Misalnya busana jaman Napoleon adalah serba ketat untuk pria dan jurk menjurai di atas lantai dengan rumbai dan rampel meriah bagi wanita. Busana pentas kerajaan Mojopahit akan berbeda dengan kerajaan Mataram.

b.  Busana modern
yaitu bentuk busana pentas yang digunakan tak berbeda dengan pakaian yang digunakan sehari-hari dimasyarakat.
c.  Busana tradisional
yaitu bentuk busana yang menggambarkan karakteristik spesifik secara simbolis dan distilir. Busana seperti ini  seringkali berlatar belakang sejarah terutama yang berhubungan dengan karakter tradisional, periode dan tempat yang khusus.
d.  Busana nasional
                  yaitu busana yang menggambarkan secara khas dari suatu negara dan yang bersangkutan secara historis dan nasional. Misalnya busana tentara Jerman jaman Nazi atau tentara jepang diperang dunia II.

2.4 Fungsi Tata Busana
      a.    Mencitrakan Keindahan Penampilan
Manusia memiliki hasrat untuk mengungkapkan rasa keindahan dalam berbagai aspek kehidupan. Tata busana dalam teater berfungsi sebagai bentuk ekspresi untuk tampil lebih indah dari penampilan sehari-hari.
Pementasan teater adalah suatu tontonan yang mengandung aspek keindahan. Pada era teater primitif, hasrat untuk tampil berbeda dan lebih indah dari tampilan sehari-hari telah muncul. Busana pementesan teater dibuat secara khusus dan dilengkapi dengan asesoris sesuai kebutuhan pemensan. Teater di Inggris pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth (1580 – 1640), memakai busana sehari-hari yang dibuat lebih indah dengan mengaplikasikan perhiasan dan penambahan bahanbahan yang mahal dan mewah.
b.    Membedakan Satu Pemain Dengan Pemain Yang Lain
                  Pementasan teater menampilkan tokoh yang bermacam-macam karakter dan latar belakang sosialnya. Penonton membutuhkan suatu penampilan yang berbeda-beda antara satu tokoh dengan tokoh yang lain. Busana menjadi salah satu tanda penting untuk membedakan satu tokoh dengan tokoh yang lain. Penampilan busana yang berbeda akan menunjukkan ciri khusus seorang tokoh, sehingga penonton mampu mengidentifikasikan tokoh dengan mudah.
c.    Menggambarkan Karakter Tokoh
Fungsi penting busana dalam teater adalah untuk menggambarkan karakter tokoh.   Perbedaan karakter dalam busana dapat ditampilkan melalui model, bentuk, warna, motif, dan garis yang diciptakan. Melalui busana, penonton terbantu dalam menangkap karakter yang berbeda dari setiap tokoh. Contohnya, tokoh seorang pelajar yang pendiam, rajin, dan alim, busananya cenderung rapi, sederhana, dan tanpa asesoris yang berlebihan. Sebaliknya, tokoh seorang pelajar yang bandel, brutal, dan sering membuat onar, busananya dilengkapi asesoris dan cara pemakaiannya seenaknya tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan sekolah





d.     Memberi Ruang Gerak Pemain
Tata busana memiliki fungsi memberikan ruang gerak kepada pemain untuk  mengekspresikan karakternya (Gb.186). Busana diciptakan untuk memberikan ruang gerak pemain sehingga segala bentuk gerak dapat diekspresikan secara maksimal.





Pemain memiliki bentuk dan karakteristik gerak yang berbeda dan membutuhkan bentuk dan gaya busana yang berbeda pula. Busana bukan sebagai penghalang bagi aktivitas pemain, sebaliknya memberi keluasan gerak pemain. Dalam Opera Cina, busana dirancang khusus untuk adegan-adegan perang yang akrobatik.

e.    Memberikan Efek Dramatik
Busana juga berfungsi memberikan efek dramatik. Busana mendukung dramatika sebuah adegan dalam lakon. Gerak pemain akan lebih ekspresif dan dramatik dengan adanya busana. Efek dramatik busana juga bisa muncul dari perkembangan tokoh, contohnya busana tokoh yang mengalami kejayaan pada babak awal kemudian berubah busananya ketika mengalami kejatuhan. Selain itu, saat busana dipakai untuk bermain bisa melahirkan bentuk dan efek gerak tertertu yang mampu memukau.








                                                         





Bab 3
Penutup
Kesimpulan
Tata rias yaitu bagaimana cara menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan wajah atau gambaran peran yang akan dimainkan. Istilah busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu “bhusana” dan istilah yang popular dalam bahasa Indonesia yaitu “busana” yang dapat diartikan “pakaian”. Tata busana adalah pengaturan pakaian baik bahan, model, maupun cara mengenakannya.
Tata busana memiliki hubungan yang erat dengan tata rias. Karena, itu tugas mengatur pakaian pemain sering dirangkap penata rias. Artinya, penata rias sekaligus merangkap sebagai penata busana. Hal ini dilakukan karena untuk menampakkan rupa dan postur tokoh yang diperankan, pemain harus dirias dengan pakaian yang cocok. Dengan kata lain, tata rias dan tata busana merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling mendukung. Akan tetapi, sering juga tugas penata rias dipisahkan dengan tugas mengatur pakaian. Artinya, penata rias hanya khusus merias wajah, sedangakan yang mengatur pakaian/busana penata busana dengan pertimbangan untuk mempermudah dan mempercepat kerja. Meskipun demikian, penata rias dan penata busana harus bekerja sama saling memahami, menyesuaikan, dan saling membantu agar hasil akhirnya memuaskan.








Daftar Pustaka
Subagiyo, Heru. 2010. Tata Rias dan Busana. http://teaterku.Word press.com /2010 /04/12/tata-busana-2/. Diakses tanggal 10 maret 2011.  
Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.
WS, Hasanuddin. 2009. Drama karya dalam dua dimensi kajian teori, sejarah dan analisis. Bandung: Angkasa.

OLEH:

       Nama                                                          NIM
Betra Wulandari                                         06091402025
Oktariansyah                                              06091402027
Yessy Aknes                                               06091402014